Rabu, 02 Januari 2019

Menulis

Lost (2006)
Sebuah ponsel mengeluarkan bunyi alarm tak henti-hentinya bagaikan ceramah teman yang sedang menenggak sebotol anggur. Bangun tiga atau empat jam lebih awal memang membuat kepalaku seperti menggelinding di atas lantai. Beberapa saat aku hanya terdiam berusaha menerima dengan sepenuh hati bahwa tubuhku bangkit lebih awal.

Mungkin saja ini adalah pertanda baik, aku pernah membaca bahwa penulis yang sukses selalu bangun lebih pagi, sebut saja Haruki Murakami atau Don DeLillo yang bangun pagi lalu menulis selama empat jam bahkan dilanjutkan dengan berenang atau berlari.

Aku berniat mengukuti kebiasaan mereka, duduk memandang layar komputer dan meletakan jemari di papan ketik. Mencoba menulis. Mencoba menulis dan berusaha sekuat tenaga untuk menulis. Ini sangat penting, aku harus bisa menulis apabila tidak aku sama saja mempertaruhkan reputasi baik mereka.

Hingga beberapa jam aku belum menulis apapun, aku hanya berdiam memikirkan nama yang tepat untuk sang tokoh utama. Aku berusaha kembali menulis, lagi dan lagi mencoba munulis.

Namun sepertinya percuma. Reputasi baik orang-orang itu dibangun oleh kebiasaan, dan cara mereka hidup memang seperti itulah. Satu-satunya kesimpulan adalah aku tidak bisa seperti mereka secara instan.

Aku meninggalkan meja komputer, menuju dapur untuk mengambil sarapan. Sebelum aku benar-benar keluar kamar, tiba-tiba saja sebuah kalimat tak lazim terbersit dalam kepalaku. "Mungkin cara terbaik untuk menulis adalah menikmatinya dalam keadaan bebas," namun aku lupa kelanjutannya.

Share:

0 komentar:

Posting Komentar