Senin, 30 September 2019

Fallen Angels (1995): Manisnya Kesepian Yang Cukup Panjang


Fallen Angels (1995)
Dimulai dengan sebuah adegan percakapan singkat yang dilakukan sepasang  pria dan wanita yang dengan getirnya menghisap sigaret dimulutnya, mata yang tak saling menatap, raut muram wajah yang begitu dingin, film ini menyiratkan sebuah cerita ganjil yang tidak biasa. 

Bercerita tantang Wong Chi-Ming seorang pembunuh bayaran dan Sang Agen wanita (Michele Reis) yang mempersiapkan segala kebutuhannya. Sebagai Agen ia melakukan pekerjaan untuk mengintai setiap lokasi yang akan disambangi Wong dalam melakukan aksinya, selain itu ia juga mendapat tugas untuk membersihkan kamar Wong Chi-Ming tersebut ketika ia pergi.

Wong War-Kai meramu film ini dengan plot cerita yang cukup unik, tidak hanya berfokus dengan Wong Chi-Ming dan Sang Agen. Ia juga menampilkan cerita lain seorang pria bisu bernama Chi-Mo (Takeshi Keneshiro) yang digambarkan hidup sangat monoton bersama ayahnya, Chi-Mo adalah seorang sangat kesepian sampai ia bertemu dengan Charlie (Charlie Yeung) seorang gadis yang sedang patah hati.

Wong War-Kai ini menyorot drama kehidupan urban di Hongkong. Lorong-lorong gelap, stasius kereta, pasar, pangkas rambut, perjudian dan rumah pinggiran kota menjadi lokasi pengambilan gambar yang disajikan secara berulang-ulang.

Fallen Angels bisa dibilang cukup sepi dan minim dialog sehingga segala emosi dan perasaan hanya disampaikan melalui sebuah narasi singkat. Selain itu efek musik sangat sedikit dan hanya dimunculkan ketika sang pembunuh akan melakukan aksinya selebihnya banyak diisi oleh suara tapak sepatu dan kereta berjalan. Hal ini tentunya membuat kita merasa sedikit bosan mengiktunya.

Yang membuat film ini sangat menarik adalah teknik pengambilan gambar yang sangat tidak biasa, terkesan aneh dan tanpa keraguan. Belutan lampu neon, efek slow-mo yang kasar, time lapse yang mencolok, serta beberapa scene menampilkan efek hitam putih menjadikan film ini sangat indah untuk ditonton.

Selama film berjalan kita akan disajikan sebuah pola hubungan yang cukup unik. Wong dan Sang Agen tidak pernah bertemu langsung dan hanya berinteraksi lewat faks dan telepon. Namun, hubungan mereka yang sangat asing tersebut justru digambarakan secara intim oleh Sang Agen yang kerapkali tertangkap masturbasi sembari menciumi aroma farfum yang menempel di selimut dan pakaian Wong. Lalu Chi-Mo dan Charlie yang diambarkan menjalani sebuah hubungan yang terkesan sangat teatrikal dan muram. Begitu kental dengan kesunyian, kehilangan pencarian dan patah hati yang cukup kompleks.

Tokoh-tokoh dalam film ini seperti dibiarkan mendeskripsikan plot cerita masing-masing dan tidak dibebani untuk menyimpulakan cerita di akhir film. Beberapa karakter juga dimunculkan begitu saja tanpa ada peran penting ataupula hal yang  mereka lakukan di dalamnya. Memang film ini bukan untuk disimpulkan sepertinya, tetapi mengambil kesan di setiap plot yang disajikan.

Kehidupan Chi-Mo semakin tidak menentu, diperparah ketika sang ayah meninggal. Kesunyian kian merundung Chi-Mo. Di sisi lain Sang Agen mengalami hal serupa ketika Wong akhirnya terbunuh dalam sebuah pekerjaanya. Mereka benar-benar sendiri. Tanpa tujuan. Muram dan Kesepian.

Dalam perasaan kehilanan Chi-Mo dan Sang Agen bertemu di sebuah kedai. Sang Agen dengan tatapan tak bergairah tertangkap sedang menghisap rokok dengan nikmat dimana Chi-Mo berkelahi tanpa sebab tepat di belakangnya. Di akhir film dengan mengendari sepada motor Chi-Mo dan Sang Agen melaju kencang berpelukan, berboncengan di sebuah trowongan mereka sekilas menemukan manisnya kehangatan setelah kesepian yang cukup panjang.
 
Share:

0 komentar:

Posting Komentar